\ Januari 2013 | Catatan Rizka

That was a Food Vendor


:: Putu Bumbung
 
   In the middle of rain, in the day where I am going to enjoy my rest. Thank you because now You give me the chance AGAIN to gather with them. People who always there beside me whatever I am..

   Allah, it seems You still want this evening is wet. My lovely city is covered by water. Hmm, so cold now but it is OK, if I’m with you… over at 08.00 pm, yeah my mom and I already lie on my bed. But I still want to do something before sleeping, while my mom directly closed her eyes and Zzz….

   When I was playing my computer, suddenly I heard a sound. It mixed with the sound of computer fan, at that time I was thinking that my computer got a serious trouble. It will happen if the computer is used in a long time. It will be hot and produce a sound. OMG, and the sound was getting louder. But wait, I know that sound. It likes sound of food vendor. I was so nervous, what should I do then? But, the sound was so familiar for me.

   The day was still rainy hard and the street was so quiet. Moreover the melody of frog ‘orchestra’ made this night signed that nobody wants to go outside from their home. Hey, back to the strange sound that bothered me. Actually I was right that it is a food vendor, yeah 'putu bumbung'.  Straightly I wish,

 “Please, protect the vendor and hopefully he can go home by bringing much money for his children”

   In the rainy night day with a storm, luckily if Allah place us in our home that we will be safety. We can gather with our family and enjoy the day. But look outside, some people feel cold and hungry..  

                                                                                                22:15 (midnight)




Like a Butterfly


Seperti Kupu-Kupu


 
Bagai telur yang berubah menjadi ulat

Ulat yang menjelma menjadi sebuah kepompong

Lalu dalam waktu yang cukup lama kepompong bersarang, lahirlah kupu-kupu

Keindahan yang datang bukan secara tiba-tiba, namun berproses dalam tiap fase hidupnya

Mengagumi salah satu makhluk ciptaanMu yang begitu cantik dan selalu menghadirkan keindahan bagi setiap manusia yang memandangnya. Terbang kesana kemari tanpa pernah mengganggu siapapun. Bahkan bunga yang madunya dihisap olehnyapun berterimakasih, karena membantunya hidup lebih baik.

Kupu-kupu cantik, jarang sekali aku menjumpaimu saat ini. Aku tahu untuk menjadi sepertimu itu tak mudah. Bukan magic yang dengan cepat menghadirkanmu ke bumi ini. Tapi tangan Allah lah yang menguatkanmu bertahan.

Bertahan dari sebutir telur yang diletakkan indukmu di pucuk dedaunan, dalam kepasrahan kau bertahan hingga Allah merubahmu menjadi larva. Kaupun tak tahu wujud apa yang akan kau jalani, entah ulat lucu yang bersahabat atau ulat berbulu yang manusia tak suka karena racun yang kau bawa.

Tak lama kaupun harus segera dipaksa untuk berfase dalam suatu keprihatinan. Wujudmu akan berubah menjadi kepompong yang bergelantung di ranting dan dedaunan. Terdiam dalam rejutan benang yang kau buat sendiri, rapuh dan terlihat tenang. Tetapi sebenarnya saat itu kau sedang berproses menuju sosok dirimu yang dinanti-nantikan.

Aku Tetap 'Berjalan'

 “ Maaf, sementara ini kamu tak bisa menitipkan kue-kue di 
  koperasi siswa lagi karena telah ada yang mengisi dengan  
  makanan yang lain. Saya akan menghubungi kamu lagi jika ada
  tempat kosong. Dan jika ada waktu mampirlah untuk mengambil 
  uang penjualan kue kemarin”

     Baru saja kubuka sms dari bu Asih, penjaga koperasi siswa SD Harapan. Nafasku seakan sesak ketika membaca rangkaian kalimat yang singkatnya bermaksud aku tak bisa lagi menitipkan kue buatan ibu. Anita, temanku yang memberitahu sms itu karena memang aku tak punya HP. Alhamdulillah dia berbaik hati untuk memberikan nomernya pada bu Asih.

“Mulai besok, aku tak bisa menitipkan kue lagi. Apa kata ibu nanti ya?” dengan terbata-bata kuceritakan hal ini pada Nita. Sebenarnya hatiku bergemuruh menahan sesak dan hampir saja air mataku jatuh. Tapi tidak, aku tak boleh lemah dihadapan temanku. Aku ingat kata ibu, hanya Allah yang bisa mengasihaniku.

“Bagaimana bisa begitu, bukankah sudah tiga minggu kau menitipkan kue dan selalu habis terjual? Aku yakin kue buatan ibumu itu enak dan banyak anak-anak menyukainya “  Anita temanku yang baik hati ini seakan tidak terima dan memandangku heran mengapa ini terjadi.

     Selang beberapa menit tampak sepeda motor  berwarna biru muda berhenti di depan sekolah kami. Seorang wanita membuka penutup helmnya dan tersenyum.

“ Itu mamaku, aku pulang dulu ya Nun, besok ketemu lagi ya . Daa daa”

     Aku hanya tersenyum melihatnya berlari, dan tak lama diapun hilang bersama Ibunya yang ramah dan ayu itu. Kembali lagi aku memikirkan kue Ibu, nampaknya Nita dan mamanya cukup mengalihkan pikiranku kedunianya yang begitu bahagia. Ibu, bagaimana nasib kue-kue Ibu nanti. Yang lebih penting lagi uang komisi kue yang aku titipkan ini sudah kujatah untuk menabung. Sedikit demi sedikit kukumpulkan untuk membayar jam tambahan kelas karena aku sekarang kelas enam SD.

   

up